Orang-orang Nasrani itu bersuka cita. Mereka meluapkan kegembiraannya karena Pemimpin Mongol yang tadinya beragama Islam kini murtad.
Dalam perayaan yang dihadiri para tokoh Nasrani itu, tampillah seorang pendeta. Dengan segagah mungkin, ia ingin tampil mengkesima semua mata yang tertuju padanya. Ia juga ingin menguatkan pendirian sang raja. Agar tetap dalam kemurtadannya, dan tak sedikitpun melirik kembali agama Islamnya.
"Itu pasti gara-gara engkau mencela Nabi Muhammad, karena itu anjing ini marah dan menyerangmu," orang-orang mengingatkan sang pendeta yang kini wajahnya terluka.
"Oh, tidak. Anjing ini hanya salah merespon. Ia mungkin terkejut dan mengira isyarat tanganku tadi hendak menyerangnya," sergah sang pendeta.
Ia pun kemudian bersiap melanjutkan kembali ceramahnya. Tak kapok, ia mulai menghina Nabi Muhammad lagi. Baru terucap beberapa kata-kata keji tentang Rasulullah, anjing tadi berontak dan lepas dari ikatan. Secepat kilat, ia menyambar leher pendeta dan merobek dadanya. Seketika pendeta itu roboh. Tak lagi bernyawa.
Teriakan histeris segera terdengar. Ada yang takut, pasti. Tetapi lebih banyak lagi yang merenungi peristiwa ini. Tidak mungkin ini kebetulan saja. Tidak mungkin anjing itu menyerang dua kali pada saat Nabi dihina kecuali ia digerakkan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Akhir riwayat sang pendeta, secara dhahir, memang akibat dikoyak anjing. Tapi di balik itu, sesungguhnya kematian dengan cara mengerikan itu adalah adzab dari Dzat yang tidak ridha Muhammad dihina.
Siapa Dzat itu kalau bukan Allah? Siapa yang kuasa melakukan hal itu kalau bukan Rabb yang mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam? Maka, mereka pun kemudian berbondong-bondong masuk Islam.
"Karena kejadian ini," tutur Ibnu Hajar Al Asqalani seperti ditulis Imam Adz Dzahabi dalam Mu'jamus Syuyuukh, "40 ribu orang Mongol masuk Islam." Allahu akbar! (Kisahikmah/sukasaya.com)